Skip to main content

RUANG PUBIK (PUBLIC SAPCE)

       Ruang publik, adalah sebuah ruang dimana semua orang memiliki hak yang sama untuk mengaksesnya atau mengadakan berbagai kepentingan dan kegiatan publik, tanpa perlu merasa minder karena kondisi ekonomi atau sosialnya, juga tidak perlu meminta izin kepada seseorang atau suatu pihak tertentu untuk dapat mengaksesnya. Ini berarti, tanpa batasan, siapa saja bisa berinteraksi di ruang itu.
        Ruang publik ditandai oleh tiga hal, masing-masing responsif, demokratis, dan bermakna. Responsif dalam arti, ruang publik harus dapat digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Sementara, demokratis berarti ruang publik seharusnya dapat digunakan oleh masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya serta aksesibel bagi berbagai kondisi fisik manusia. Dan terakhir bermakna, yang berarti ruang publik harus memiliki tautan antara manusia, ruang, dunia luas, dan konteks sosial.

ALUN – ALUN
     Sampai zaman sekarang ini, daerah Kraton yang paling sering dan paling banyak dikunjungi oleh masyarakat adalah alun-alun. Karena alun-alun merupakan ruang publik (public space) untuk semua kalangan dan generasi. Keberadaan Alun-alun sagat mewarnai suatu kota. Hampir tidak ada daerah di Jawa yang tidak memiliki Alun-alun. Bahkan, fungsi Alun-alun tidak hanya sebagai tempat berkumpul warga, alun-alun juga menjadi tempat berkembangnya usaha-usaha kecil hingga tempat melepas penat dan berbagi cerita.
       Bahkan, tidak jarang dari mereka membentuk komunitas bersama dari kebiasaan berbagi cerita di alun-alun. alun-alun mampu menyatukan berbagai golongan dan profesi di masyarakat. Alun-alun tetap menjadi tempat bersantai untuk berbagi cerita, tanpa dibatasi ruang dan waktu. alun-alun juga menjadi sarana hiburan murah meriah bagi warga.

ALUN-ALUN SEBAGAI RUANG PUBLIK
       Dari keperluannya, terlihat kerinduan warga Jogja akan adanya ruang publik, ruang yang diadakan untuk berbagai kepentingan dan kegiatan publik. Meski banyak 'ruang publik' baru yang bermunculan, seperti mall, kafe, dan club, namun tempat-tempat tersebut memiliki kekurangan. Ruang publik seharusnya tidak memberikan diskriminasi apapun bagi pengunjungnya. Siapa pun bisa mengakses ruang itu.
       Alun-alun merupakan salah satu dari ruang publik yang ada. Ruang publik atau public space merupakan suatu ruang terbuka yang dapat digunakan oleh semua masyarakat dan bersifat umum atau bersama. Sedangkan alun-alun adalah ruang terbuka hijau yang bentuknya menyerupai lapangan yang biasa digunakan masyarakat untuk bersantai, bermain, dan lain-lain.

FUNGSI ALUN-ALUN
Alun-alun mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi administratif dan sosial-budaya.
  • Fungsi administratif: masyarakat berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman atau melihat unjuk kekuatan berupa peragaan bala prajurit dari penguasa setempat.
  • Fungsi sosial budaya dapat dilihat dari kehidupan masyarakat dalam berinteraksi satu sama lain, apakah dalam perdagangan, pertunjukan hiburan ataupun olah raga. Untuk memenuhi seluruh aktivitas dan kegiatan tersebut alun-alun hanya berupa hamparan lapangan rumput yang memungkinkan berbagai aktivitas dapat dilakukan.

ALUN-ALUN KIDUL SEBAGAI RUANG PUBLIK (dengan studi kasus)
      Jogja memang memiliki beberapa ruang publik yang sampai saat ini masih aktif digunakan. Salah satu pilihan adalah Alun-alun Selatan. Sejak jaman kerajaan Jawa, alun-alun memang telah dikenal sebagai salah satu ruang publik, yang juga menjadi pusat dari sebuah kota. Hingga saat ini, Alun-Alun Selatan pun masih digunakan sebagai ruang publik.
       Meski tampak sepi di siang hari, namun begitu sore tiba, lapangan kraton ini ramai dikunjungi warga yang hendak bersantai. Selain bersantai, banyak kegiatan lain yang bisa mereka lakukan. Ada kandang gajah milik kraton Jogja dimana gajah bisa disewa untuk ditunggangi. Ada pula kuda poni yang dijaga oleh para joki kecil, yang juga disewakan untuk ditunggangi oleh anak-anak kecil. Tak lupa kereta keliling yang membawa warga Jogja untuk berputar-putar di sekitar wilayah Alun-Alun Selatan.
          Alun-Alun Selatan juga digunakan sebagai sarana olah raga dan permainan. Ketika hari beranjak semakin sore, tampak beberapa kelompok orang membentuk arena permainan sendiri-sendiri. Mulai dari anak-anak kecil yang bermain layangan hingga klub sepak bola.
        Jajaran penjual makanan dan minuman juga menambah ramai suasana. Menjelang malam, kios-kios jagung bakar , roti bakar, dan minuman ronde mulai menggelar dagangannya. Tak ada tenda atau tempat duduk, para pelanggannya cukup duduk lesehan di tikar yang telah disiapkan. Tantangan Masangin yang populer juga menambah ketertarikan warga untuk datang dan mencobanya. Inilah yang membuat Alun-Alun Selatan tetap hidup hingga larut malam.
       Alternatif lain sebagai ruang publik dapat ditemukan di depan Gedung Agung. Sore hingga malam hari, daerah itu juga ramai oleh warga Jogja yang sekedar duduk-duduk di bangku yang ada sambil bersenda-gurau dengan kelompoknya. Berbagai ko
munitas juga menjadikannya sebagai ajang berkumpul. Lihat saja, menjelang malam tampak jajaran sepeda hias dan motor milik beberapa komunitas diparkir di depan Gedung Agung.
         Ternyata bagi warga Jogja, ruang publik yang didambakan tidak hanya tempat untuk ngopi-ngopi sambil ngobrol, atau tempat untuk shopping yang melestarikan gaya hidup konsumtif. Warga Jogja juga mendambakan tempat yang murah meriah dimana mereka bisa bersantai dengan keluarga dan kerabat dalam suasana keakraban dan kehangatan yang sudah menjadi khas masyarakat Jogja.




Penulis: 
Ria Roida Minarta
dengan observasi langsung lokasi studi kasus


Comments

Popular posts from this blog

Permasalahan Lahan (studi kasus: Tanah Merah)

Tanah Merah yang merupakan tanah sengketa (tidak jelas kepemilikannya) adalah akar dari segala permasalahan yang muncul mengenai permasalahan pembangunan di lahan tersebut. Beberapa permasalahan yang tercipta dari ketidakjelasan kepemilikan tanah tersebut adalah: 1.        Akses tanah yang semakin sulit untuk orang miskin a.        Land Market   Harga tanah yang semakin tinggi, akan tetapi semakin banyak warga yang tidak mampu membeli tanah dengan harga tinggi menyebabkan banyak warga yang memilih untuk tinggal menempati tanah orang laiin. Penyebab tingginya harga tanah adalah ketersediaan utilitas yang memadai, kelangkaan tanah, dan tingginya keinginan-kebutuhan warga akan tanah. Hal tersebut dialami oleh warga Tanah Merah.   Sebagian besar warga tanah merah merupakan warga kelas menengah kebawah, yang memiliki affordabilitas akan tanah yang rendah, sehingga mereka lebih memilih untuk menempati l...

Livable Streets

Konsep Daya Hidup Jalan ( Livable Street ) a. Sejarah Istilah dan konsep daya hidup jalan (livable streets) pertama kali diperkenalkan oleh Donald Appleyard pada tahun 1981 yang dituang dalam bukunya Livable Street. Pada bukunya ini, Appleyard lebih menekankan pada jalan di area permukiman yang membutuhkan penerapan traffic calm untuk mengurangi tingkat arus lalu lintas di jalan yang terus meningkat dan membuat jalan tersebut tidak nyaman dan aman bagi manusia. Kemudian, pada tahun 1995, Allan B. Jacobs menulis sebuah buku yang berjudul Great Streets yang dalam isinya seolah-olah mendukung konsep Appleyard, namun ditinjau dari segi kehumanisan jalan sebagai ruang publik. Kemudian disusul dengan bermunculannya para peneliti, penulis, perencana lain yang mendukung dan menerapkan konsep ini pada negara-negara yang siap dan membutuhkan diterapkannya konsep ini. b. Deskripsi konsep Daya hidup sebuah jalan ( livable streets ) merupakan sebuah jalan yang dirancang untuk m...

Nasib Pengusaha Angkutan Umum Eksisting Ketika Sebuah Kota Memiliki Angkutan Massal Berbasis Jalan

Perhatian terhadap angkutan umum eksisting biasanya semakin berkurang ketika pemerintah sibuk membangun sebuah sistem transportasi masal baru. Salah satunya adalah pengembangan Bus Rapid Transit (BRT), yaitu sistem angkutan massal berbasis bus yang pelayanan dan infrastrukturnya dirancang untuk menyingkirkan persoalan seperti penundaan kedatangan dan keberangkatan yang sering ditemui pada sistem bus biasa. Contoh pengembangan BRT di kota-kota di Indonesia adalah Trans Jakarta dan Trans Semarang. Adanya BRT seringkali menjadi pesaing bagi bus dan angkutan kota (angkot) yang sudah beroperasi sebelumnya, terutama dalam mendapatkan penumpang. Situasi ini pun beresiko memburuk tatkala pemerintah terus-menerus memfasilitasi peningkatan usaha BRT, seperti penambahan moda dan rute, penyediaan jalur eksklusif, serta melakukan perawatan rutin; di tengah kualitas angkutan umum konvensional yang cenderung menurun. Beruntung, bila ada upaya mencari jalan tengah ...